Feeds:
Posts
Comments

Untuk memperbaiki error ini silahkan lakukan langkah berikut.

A. Melakukan registrasi ulang service windows installer

  • Pastikan file Msiexec.exe ada di folder \windows\system32\, buka windows explorer dan pastikan file tersebut ada.
  • Lalu jalankan msiexec /unregister dari menu start – run. setelah itu jalankan msiexec /regserver. Ini fungsinya untuk melakukan restart service msiexec.
  • setelah itu kita periksa service nya windows installer di service policy windows.
    masuk ke control panel, lalu pilih Administrative tools. Pilih icon service.
    Lalu di menu service, cari Windows Installer dan double klik. Kemudian, pilih mode start-up menjadi enable atau automatic. Service status akan otomatis berubah menjadi stop apabila service tidak digunakan. 

    Service explorer

  • Apabila masih terjadi error,  coba dengan reinstall service Windows Installer.

    Download Windows Installer dari microsoft lalu ketik msiexec /unregister di start-run, lalu jalankan instalasi aplikasi Windows Installer yang sudah di download.

    From : http://networkerz.wordpress.com/2008/12/12/how-to-fix-windows-installer-service-could-not-be-accessed/

    Berikut ini adalah dialog antara seorang Tuhan dengan hamba-Nya
    Anggap saja ini terjadi di domain bawah sadar manusia, bukan di domain dunia nyata

    Tuhan : Apakah kau memanggil-Ku ?
    Hamba : Saya rasa tidak, kalau boleh tahu siapakah Anda ?

    Tuhan : Aku Tuhan, Aku mendengar doamu, jadi Aku rasa kau memanggil-Ku
    Hamba : Oh, saya hanya berdoa agar hati menjadi lebih tenang. Selama ini saya terlalu sibuk dan ada sesuatu yang mengganjal di hati.

    Tuhan : Apa yang salah dengan kesibukanmu ? Bukankah setiap makhluk-Ku mempunyai kesibukan masing-masing.
    Hamba : Saya juga tidak tahu. Bagi saya waktu untuk tenang hampir tidak ada. Dunia seperti selalu penuh dengan konflik.

    Tuhan : Tentu saja. Setiap aktivitas akan memakan waktu. Semakin banyak aktivitasmu, semakin banyak terbuang waktumu. Hanya saja jika kamu mempunyai produktivitas pada aktivitasmu, waktumu bisa lebih luang.
    Hamba : Saya mengerti hal itu, tetapi masih sulit untuk merealisasikannya. Bisakah Kau jelaskan padaku Wahai Tuhan, mengapa hidup menjadi semakin rumit dan rasa bahagia menjadi dulit ditemukan ?

    Tuhan : Yang membuat hidupmu menjadi rumit adalah karena kamu selalu menganalisis hidupmu. Hidupmu adalah hari esok yang selalu kamu khawatirkan pada hari-hari sebelumnya. Kekhawatiran ini kemudian menjadi kebiasaanmu. Akibatnya, hidupmu hampir tidak pernah bahagia.
    Hamba : Tetapi bagaimana saya tidak khawatir jika banyak sekali ketidakpastian dalam hidup ini ?

    Tuhan : Ketidakpastian adalah keniscayaan, sedangkan khawatir merupakan suatu pilihan.
    Hamba : Tetapi seringkali saya merasa “luka” karena ketidakpastian itu.

    Tuhan : “Luka” adalah keniscayaan, sedangkan menderita karena “luka” itu merupakan suatu pilihan.
    Hamba : Jika menderita itu adalah pilihan, mengapa orang-orang yang berusaha berada pada jalan-Mu selalu tampak menderita ?

    Tuhan : Samurai yang tajam berasal dari besi yang ditempa dengan panas dan lama. Mereka itu hanya melalui proses penempaan diri, bukan proses menderita. Dengan berbagai pengalaman itu, hidupnya diharapkan menjadi lebih baik mata-Ku.
    Hamba : Baiklah saya mengerti. Lalu, bagaimana ketika kesuksesan saya terasa masih jauh sedangkan di sekitar saya terlihat banyak yang dengan cepat menemui kesuksesannya ? Apa yang harus saya lakukan ?

    Tuhan : Sukses itu diukur oleh orang lain, sedangkan kepuasan itu diukur oleh dirimu sendiri. Mengetahui jalan yang sudah kamu lalui lebih memuaskanmu daripada mengetahui bahwa kamu sedang berjalan menuju tujuan. Kamu seharusnya bekerja dengan kompas, biarkan orang lain bekerja dengan jamnya. Hitunglah selalu apa yang dianugerahkan kepadamu, bukan menghitung apa yang menghilang darimu.
    Hamba : Seringkali timbul pertanyaan dalam diri mengenai siapakah saya ? dan mengapa saya di sini ? Saya tidak mampu menjawabnya.

    Tuhan : Tidak perlu mencari jawaban siapa itu kamu, tetapi tentukan saja kamu ingin menjadi apa. Tidak usah mencari maksud keberadaanmu di sini, tetapi buatlah sendiri maksud itu. Hidup bukan proses pencarian diri tetapi proses pembentukan diri.
    Hamba : Bagaimana saya bisa mendapatkan yang terbaik dialam hidup saya ?

    Tuhan : Tidak perlu terlalu menyesali apa yang sudah kamu lakukan, tanganilah yang sedang kamu hadapi sekarang dengan percaya diri, dan persiapkan masa depanmu tanpa adanya rasa takut.
    Hamba : Saya merasa bahwa doa saya sering tidak terjawab oleh-Mu, bagaimana Kau menjelaskan hal ini ?

    Tuhan : Tidak ada doa yang tidak dijawab, jika doamu belum terkabul itu berarti bahwa jawaban doamu adalah tidak. Cukup Aku yang mengetahui apa alasan dibalik jawaban itu. Percayalah pada-Ku.
    Hamba : Baiklah, terima kasih wahai Tuhan atas kesempatan yang sangat berharga ini.

    –Tulisan ini merupakan terjemahan dari postingan sebuah milis dengan modifikasi seperlunya dari penulis —

    Setiap warga negara seharusnya mempunyai hak dan kewajiban yang jelas yang harus dipatuhi. Setiap warga negara mempunyai hak untuk diperlakukan secara adil di bidang apapun. Jika haknya tidak diberikan warga negara bisa menuntut negara dengan jalur yang benar. Setiap warga negara berkewajiban untuk berlaku  sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama. Jika kewajiban tidak dilakukan, warga negara yang bersangkutan akan dikenai sanksi yang sesuai yang telah disepakati.

    Masalah kemudian timbul ketika warga negara yang merasa haknya tidak terpenuhi tidak dapat menuntut negara dengan jalur yang benar. Masalah juga timbul ketika warga negara yang tidak melakukan kewajibannya tidak mendapatkan sanksi yang sesuai.

    Karakteristik dunia adalah tidak ada yang sempurna. Dengan demikian, masalah-masalah tersebut pasti dan selalu terjadi. Engineer selalu memodelkan masalah-masalah (kebanyakan masalah teknis) ke dalam bentuk tertentu yang kemudian dapat dicari solusinya berdasarkan teori dan algoritma yang sudah ada. Meskipun masalah negara merupakan masalah kompleks yang bukan hanya mencakup hal-hal teknis, namun cara berpikir engineering untuk mencari solusi mungkin dapat diterapkan dalam menghadapi permasalahan bangsa.

    Hal pertama yang harus dilakukan adalah memodelkan masalah dengan tepat. Dalam konteks negara, memodelkan dapat diartikan dengan mendesain suatu sistem pemerintahan yang sesuai dengan masalah dan kondisi rakyatnya. Desain suatu sistem harus jelas, detail, dan tidak ada ambiguitas si dalamnya. Setelah sistem didefinisikan, berikutnya adalah membuat protokol yang mampu menjadi sarana komunikasi antara elemen-elemen di dalam sistem tersebut. Protokol didesain sesuai dengan kebutuhan elemen-elemen di
    dalam sistem tersebut. Protokol juga didesain untuk dapat mengatasi berbagai kemungkinan yang mungkin timbul di luar kondisi normal. Dalam kaitannya dengan negara, protokol dapat disamakan dengan Undang-Undang dan berbagai macam keputusan / peraturan pemerintah. Suatu sistem layak digunakan jika sudah stabil. Oleh karena itu, sebelum digunakan, sistem harus diuji terlebih dahulu dengan sampel yang cukup untuk mewakili semua kondisi. Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pengujian adalah sampai sejauh mana respon sistem bergeser sesuai dengan respon semula yang diharapkan. Jika masih terlalu jauh, maka desain sistem perlu diperbaiki. Jika respon sistem sudah mendekati harapan, maka sistem ini sudah layak untuk digunakan, dan informasi pergeseran respon harus dinyatakan secara transparan.

    Layaknya dunia, manusia pun tidak ada yang sempurna. Bahkan perilaku manusia pada dasarnya tidak stabil
    dan akan menimbulkan gangguan pada sistem stabil yang sudah ada. Tetapi, selain ketidaksempurnaannya ternyata manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki potensi besar. Seorang manusia (dengan ijin Tuhan) bahkan mampu merubah suatu sistem dengan cepat. Jika sistem yang ada sudah terlalu rumit untuk diperbaiki, cara lain yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan potensi yang ada pada diri manusia. Dalam konteks negara, hal ini bisa diibaratkan seorang pemimpin yang mampu melakukan manuver untuk mengatasi masalah yang ada tanpa menunggu sistem yang tampaknya bakal sangat lama untuk diperbaiki.

    Jika pemimpin ini tidak muncul juga,… only God knows what’s happened next…

    Akhir-akhir ini istilah murah dan gratis sering kita dengar/lihat. Iklan tarif seluler (baik voice, SMS, maupun GPRS) yang murah, janji cagub/cawalkot/cabup untuk memberikan pendidikan dan kesehatan yang murah, keinginan banyak pihak akan harga sembako dan BBM yang murah, adalah contoh dari beberapa jargon yang konon diidam-idamkan rakyat Indonesia saat ini. Tapi ketika saya mencoba berpikir lebih dalam tentang hal tersebut, sepertinya konsep murah dan gratis tidak selalu berdampak
    positif terhadap perkembangan bangsa kita secara keseluruhan.
    Saya akan mencoba memberikan penjelasan terhadap beberapa contoh yang berkaitan dengan murah dan gratis. Jika kita ingin BBM yang murah berarti pemerintah harus menambah subsidi BBM, khususnya yang populer di kalangan masyarakat seperti premium dan minyak tanah. Penambahan subsidi harus dilakukan karena harga minyak dunia cenderung terus mengalami peningkatan (tulisan ini tidak akan menyebut data secara kuantitatif karena ini hanyalah opini pribadi yang tidak perlu dijadikan referensi). Di sisi lain, pendapatan negara konstan (anggap saja kenaikan atau penurunannya sangat kecil dan tidak siginifikan). Hal ini berarti bahwa untuk membuat harga BBM di Indonesia tidak naik, pemerintah perlu mengorbankan pengeluaran di bidang lain untuk menutupi kebutuhan subsidi BBM. Masalahnya bidang apa yang perlu dikorbankan ??? Pendidikan ? pertahanan dan keamanan ? kesehatan ? pangan ? moneter ? atau yang lainnya ?. Tentunya pemerintah tidak bisa seenaknya mengalokasikan anggaran untuk tiap bidang pembangunan dan saya pikir semua rakyat Indonesia harus sepakat terlebih dahulu bidang apa yang seharusnya perlu diperhatikan secara khusus. Dari sini timbul masalah lagi, bisakah SEMUA rakyat Indonesia sepakat akan hal ini. Guru,dosen,mahasiswa,dan pelajar pasti tidak rela jika bidang pendidikan dialokasikan anggaran yang sedikit. TNI dan Polri pasti juga mengeluh jika anggaran Hankam dikurangi. Jika anggaran kesehatan dan pangan dikurangi, rakyat kelas ekonomi menengah ke bawah pasti akan mencak-mencak, dan demikian juga halnya untuk orang-orang yang terlibat dalam bidang pembangunan tertentu.
    Jadi menurut saya murah dan gratis bukanlah solusi untuk mengatasi masalah bangsa ini, tetapi murah dan gratis adalah suatu cara yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk memberi perhatian lebih kepada bidang tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Selain itu, murah dan gratis harus tepat sasaran, jangan sampai pihak-pihak yang sebenarnya mampu, memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan. Sebenarnya hal yang terbaik adalah yang adil dan wajar (termasuk harga). Adil dan wajar bukanlah sama rata tetapi sesuai dengan ‘porsinya’. Tidak ada pihak yang akan dirugikan jika semuanya berjalan dengan wajar dan tugas pemerintah (dan juga legislatif) adalah mengatur bagaimana supaya kewajaran ini dapat diwujudkan.Bukan tugas yang mudah memang, tetapi pemerintah dan legislatif sudah selayaknya ditempati oleh orang-orang yang benar-benar mampu untuk melaksanakan
    tugas ini.

    Membayangkan Masa Depan

    Setelah menginjak kuliah semester 7, sering terbayang di pikiran bagaimana kondisi masa depan saya kelak khususnya setelah diwisuda.
    Tanpa bermaksud meremehkan sulitnya Tugas Akhir dan kuliah-kuliah lain yang masih tersisa, tahun depan Insya Allah saya tidak berstatus lagi menjadi mahasiswa S1,
    atau dengan kata lain saya akan menjalani episode kehidupan baru lagi, entah itu nantinya melanjutkan studi S2, atau bekerja / berwiraswasta, atau menganggur (yang ini semua orang pasti tidak menginginkannya).
    Ada beberapa hal yang sering terbayang di benak saya, antara lain :
    1.Apakah dengan kemampuan yang saya miliki sekarang -baik pengetahuan teoritis maupun skill- sudah cukup untuk bekal mencari kerja atau bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri ?
    2.Apakah dengan prestasi yang telah saya peroleh sekarang -baik akademis maupun lainnya- dapat membantu saya meraih beasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi?
    3.Apakah kelak saya nantinya bisa menjadi orang yang mandiri dari orang tua dan bermanfaat minimal bagi keluarga ?

    Terbesit rasa kekhawatiran di hati ketika saya menyadari bahwa ternyata kedua pertanyaan tersebut berjawabkan negatif (tidak cukup/tidak dapat).
    Namun, terkadang ada sedikit rasa optimis ketika hati beranggapan “masa’ kuliah selama x tahun di I** tidak menjamin masa depan”, meskipun anggapan itu tidak terbukti mutlak benar.
    Seringkali kita mendengar kisah sukses hidup seseorang diperoleh dengan bersusah payah dari “bawah”, dan prinsip inilah yang berusaha saya pegang dalam menghadapi hidup di dunia ini.

    Akhirnya, yang terpenting menurut saya berkaitan dengan masalah ini adalah tetap berpikir positif. Saya tidak mau terjebak oleh rasa penyesalan tentang keputusan dan apa yang telah saya lakukan sebelumnya.
    Terus hadapi saja masa depan dengan keyakinan akan kemampuan kita, dengan pandai-pandai memanfaatkan kesempatan yang ada, dan tentu saja dengan doa.
    Setiap orang pasti mempunyai rejeki masing-masing, tinggal bagaimana usaha kita untuk mengeksplorasinya.

    Bagaimana menurut Anda ? Hanya Anda sendiri masing-masing yang mempunyai jawabannya.

    Tentang Tugas Akhir

    Tugas Akhir ternyata bukanlah sesuatu yang gampang untuk dikerjakan. Demikianlah kesimpulan yang saya dapat selama menjalani proses pengerjaan TA.
    Banyak hal-hal baru yang harus dipelajari dan dikembangkan sendiri karena belum kita dapatkan sewaktu kuliah.
    Berkaitan dengan saya, TA yang sedang saya kerjakan adalah tentang pengolahan sinyal, khususnya pengolahan sinyal Ground Penetrating Radar dengan metode tertentu.
    Untuk menyelesaikan permasalahan di TA tsb, ada beberapa konsep dasar yang berguna yang pernah kita dapatkan sewaktu kuliah seperti aljabar linier dan sinyal sistem.
    Namun ada pula konsep-konsep advanced lain yang harus dipelajari dan belum pernah saya dapatkan sewaktu kuliah seperti wavelet, algoritma optimasi/minimalisasi, dan GPR.
    Inti dari TA saya ini sebenarnya kemahiran programming menggunakan MATLAB karena TA ini ditargetkan hanya sebatas simulasi,
    namun seringkali saya menemui kesulitan untuk mengaitkan simulasi dengan permasalahan yang menjadi rumusan dalam TA ini.
    Mungkin ini karena saya belum memahami konsep-konsep di atas :O, tetapi ada hal penting yang harus saya perhatikan demi kesuksesan TA ini,
    yaitu memotivasi diri untuk belajar dan menyelesaikan proses demi proses simulasinya. Semoga saja saya bisa ….Amin.

    Mencari Topik yang Pas ?

    Sudah 3 tahun lebih saya berada di kampus dan sekarang saatnya memasuki tahap Tugas Akhir (TA).
    Rencana lulus S1 tepat waktu membuat saya mau tidak mau harus menentukan topik TA sesegera mungkin.
    Saya katakan “sesegera mungkin” karena tidak ada waktu tepat batas akhir kapan harus menentukan topik TA.
    Sebenarnya sudah ada beberapa opsi topik TA yang ada di benak saya tetapi masih ada keraguan untuk memilih salah satu dan mulai “concern” di sana.
    Rasanya saya harus menimbang untung-rugi, sulit-mudah, lama-cepat, dan aspek-aspek lain sebelum menentukan topik yang pas.

    Saya kurang begitu tahu apakah keraguan ini dan sikap pilih-pilih ini termasuk suatu yang bagus (karena penuh pertimbangan) atau justru suatu yang kurang bagus (karena bimbang).
    Hati kecil membisikkan bahwa ini adalah suatu sikap yang kurang bagus namun hati besar mengatakan saya harus melakukannya dengan penuh pertimbangan demi masa depan.

    Yang jelas, dalam waktu dekat saya harus membuat keputusan apapun pertimbangannya (mudah-mudahan benar-benar pas).
    Kalau perlu melakukan “ritual pamungkas” sholat Istikharoh sebelum menentukan topik TA yang pas.

    Seperti tahun-tahun sebelumnya, waktu liburan semester genap yang memang cukup lama, saya manfaatkan untuk pulang kampung ke Kota Malang.
    Namun,kali ini waktu liburan terkikis oleh kewajiban Kerja Praktek, sehingga saya baru bisa pulang kampung pada pertengahan bulan Juli.
    Sebenarnya bukan hal ini yang akan saya ceritakan lebih jauh di sini tetapi tentang perjalanannya yang cukup melelahkan (namun bagaimanapun saya mencoba menikmatinya).

    Perjalanan pulang dari Bandung ke Malang saya awali dengan menaiki KA “express” (sepertinya kata di dalam tanda petik ini perlu ditinjau ulang) Turangga.
    Menurut jadwal yang dikeluarkan PT KAI, KA Turangga berangkat dari Stasiun Kota Bandung pada pukul 18.30 dan tiba di Stasiun Gubeng Surabaya pada pukul 7.30.
    Tetapi ketika waktu keberangkatan KA telah tiba, lagi-lagi kebiasaan khas buruk bangsa Indonesia (apalagi kalau bukan jam karet) terlihat.
    KA ini baru cabut dari Stasiun Kota Bandung pada pukul 19.00 (saya kira 30 menit bukan waktu yang sedikit), padahal pada pukul 18.30 semua kursi di gerbong saya sudah terisi penuh oleh penumpang.
    Entah apa yang menyebabkan KA ini terlambat berangkat dalam waktu yang cukup lama, biasanya ketika naik KA ini “elastisitas” jam karetnya tidak begitu parah, hanya terlambat 5 – 10 menit.
    Saya juga tidak mau ambil pusing dengan kejadian ini dengan menanyakan alasan keterlambatan keberangkatan kepada “petugas KA” (saya tidak begitu mengerti istilah yang tepat untuk menyebut orang-orang yang lalu-lalang menawarkan makanan/minuman/selimut dalam KA), karena hanya menambah beban pikiran saja.
    Lebih baik saya menghabiskan waktu untuk ngobrol dengan penumpang yang duduk di sebelah kursi saya (beruntung yang duduk di samping saya cewek yang juga anak kuliahan 🙂 sehingga saya merasa sedikit betah duduk di KA).
    Selanjutnya dapat ditebak, karena berangkatnya terlambat, tiba di tempat tujuannya pun terlambat. Saya baru tiba di Stasiun Gubeng pada pukul 9.00 (terlambat 90 menit dari jadwal tiba seharusnya).
    Sebenarnya, saya tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, tetapi kasihan tante saya yang sudah menunggu di Stasiun Gubeng sejak pukul 7.00 (Ini semua memang salah PT KAI).

    Perjalanan selanjutnya ini yang lebih melelahkan daripada duduk di dalam KA. Karena jalan tol Gempol-Porong sudah tidak dapat dipergunakan lagi, terpaksa kami harus melewati jalan raya Porong yang super padat.
    Biasanya perjalanan Surabaya – Malang via tol Gempol-Porong cukup ditempuh dalam 2 jam, tetapi via jalan raya Porong ini butuh waktu hingga 4,5 jam.
    Perjalanan terasa cukup mengesalkan ketika mobil harus berjalan merayap di jalan raya Porong dengan terik matahari, bau asap truk dan lumpur Lapindo, serta debu dari tanah-tanah yang dibuat untuk tanggul lumpur.

    ————————————————————————————

    Karena kondisi jalan Malang – Surabaya yang telah saya ceritakan di atas, saya jadi merasa kasihan kepada orang tua jika harus mengantar saya ke Surabaya seperti biasanya ketika balik ke Bandung (KA Malang-Bandung tidak ada, KA Malang-Surabaya pun harus “berputar” dulu sehingga butuh waktu 5 jam, naik bus pun saya jadi pikir-pikir melihat pengalaman saya melewati jalan raya Porong).
    Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menaiki KA “express” Gajayana, mampir dulu di Jakarta, baru kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandung.
    Saya salut dengan KA Gajayana yang berangkat relatif tepat waktu (hanya terlambat 7 menit). Di KA ini, saya duduk bersebelahan dengan seorang laki-laki yang usianya setara dengan ayah saya.
    Setelah ngobrol, ternyata bapak itu adalah seorang dosen filsafat yang mengajar di UI (Beliau datang ke Malang dalam rangka mengisi suatu acara).
    Selama perjalanan, bapak yang saya lupa namanya ini(dasar pelupa) “memaksa” saya melakukan diskusi tentang kondisi bangsa Indonesia.
    Sebenarnya saya tidak terlalu antusias dengan topik diskusi ini (karena saya tahu bahwa masalah bangsa ini sangat kompleks), tetapi karena saya “keceplosan ngomong” kalau sedang menimba ilmu di kampus yang dinamakan UNB dalam film Jomblo, beliau malah “menantang saya untuk menganalisis masalah bangsa Indonesia.
    Akhirnya, dengan “terpaksa” saya mengeluarkan “ilmu-ilmu nggacor” hasil dari usaha saya belajar Pancasila dan Ilmu-ilmu sosial selama ini.
    Saya sedikit lega, beliau cukup “senang” dengan apa yang saya utarakan (setidaknya saya bisa menjaga gengsi “Gajah”).
    Yang saya tangkap, bapak ini selalu memandang masalah dengan filsafat, dan menurutnya masalah utama bangsa ini adalah ketidakkonsistenan cara pandang serta cara pikir pemerintah dan rakyatnya.
    Beliau mencontohkan, kenapa Dr.Azahari yang warga Malaysia itu dengan bebas bisa mempengaruhi orang-orang Indonesia untuk melakukan bom “jihad” bunuh diri, kenapa bukan orang Malaysia saja yang dipengaruhi.
    Menurut beliau (berdasarkan penelitiannya di Malaysia, katanya), orang Malaysia meskipun kehidupan Islaminya lebih kental daripada Indonesia tetapi memiliki cara pandang/pikir yang konsisten. Mereka tahu bahwa kejayaan Islam tidak akan didapat dengan cara bom bunuh diri. Oleh karena itu, Dr.Azahari seakan-akan merasa terkucilkan di Malaysia dan lebih nyaman berkeliaran di Indonesia.
    Bangsa Indonesia yang seharusnya cara pandang/pikirnya sudah berada dalam “framework” Pancasila malah memilih cara pandang/pikir yang “aneh-aneh” yang mengakibatkan bangsa ini seperti kehilangan arah dalam berjalan.
    Ya, kata-kata itulah yang saya ingat ketika dosen filsafat itu menjelaskan kepada saya. Saya tidak mau mengomentari lebih jauh masalah ini karena saya merasa bukan ahlinya.
    Tetapi,secara pribadi saya juga cenderung setuju dengan pertimbangan logika.

    Karena diskusi ini, perjalanan Malang-Jakarta terasa lebih cepat (karena setelah diskusi selesai saya langsung tidur pulas sampai pagi) dan pada pukul 10.00 (terlambat 90 menit dari jadwal seharusnya) KA mulai tiba di Gambir.
    Rencananya saya langsung oper ke Bandung dengan KA Parahyangan, tetapi karena keterlambatan kedatangan KA Gajayana (lagi-lagi PT KAI pantas disalahkan), saya yang seharusnya bisa langsung menaiki KA Parahyangan pada pukul 09.15 akhirnya harus menunggu sampai pukul 12.20 untuk shift berikutnya.
    Waktu luang ini saya manfaatkan untuk jalan-jalan di sekitar Gambir dan makan siang. Pada pukul 12.35 KA Parahyangan yang saya tumpangi berangkat dari Gambir (lumayanlah, cuma ngaret 15 menit).
    Baru kali ini saya menaiki KA Parahyangan, ternyata jalur yang dilewati KA ini cukup menawarkan pemandangan yang indah. Tetapi ngeri juga ketika KA ini melewati jembatan tanpa pagar pembatas dimana di bawahnya adalah jurang dengan kedalaman yang cukup curam.
    Pernah saya mendengar berita di TV, KA Parahyangan anjlok di tengah-tengah jembatan tanpa pagar pembatas itu. Makanya, ketika melewati jembatan-jembatan itu, KA ini berjalan sangat perlahan.
    Finally, saya tiba di Stasiun KOta Bandung pada pukul 16.30 (kali ini terlambat 60 menit dari jadwal seharusnya, saya rasa PT KAI harus lebih jujur mencantumkan jadwal
    berangkat dan tiba pada tiket) dan melanjutkan perjalanan ke kos dengan mikrolet Cisitu – Tegallega.

    Betul-betul perjalanan yang melelahkan, tetapi saya tetap menikmatinya.

    Ni Ketut Susrini – detikInet


    Tokyo, Selama ini larangan memakai ponsel terkesan hanya sebagai peringatan. Kali ini seorang pria membuktikan bahwa melanggar aturan tersebut bisa berujung bui.

    Naoyuki Shimoda, pria 34 tahun asal Jepang, ditahan atas tuduhan memakai ponsel di pesawat. Dia dinyatakan melanggar undang-undang penerbangan, Aviation Law.

    The Japan Times Online yang dikutip detikINET, Senin (18/6/2007) melansir, ini adalah penahanan pertama di Jepang untuk kasus ini, setelah pada Januari 2004 terjadi revisi larangan penggunaan ponsel di pesawat. Revisi tersebut juga menggarisbawahi larangan merokok di kamar kecil pesawat.

    Shimoda adalah anggota sebuah kelompok kejahatan terorganisir. Dia kedapatan memakai ponsel pada tanggal 10 Maret 2007 di pesawat All Nippon Airways, saat pesawat bergerak menuju lintasan untuk lepas landas. Peristiwa tersebut terjadi di bandara Haneda Tokyo, di mana Shimoda tidak mengindahkan peringatan kapten.

    Shimoda membawa lima ponsel di pesawat yang awalnya dimatikan setelah disuruh oleh pramugari. Dia kemudian menyalakannya kembali, demikian penjelasan polisi.

    Penahanan dilakukan karena Shimoda telah melakukan ancaman dengan menyuruh pramugari untuk “tutup mulut” saat mereka mengingatkannya kembali, ungkap pernyataan polisi.(nks/nks)

    NB : Jepang memang bangsa yang displin dan negara yang menjunjung tinggi hukum, Indonesia patut menirunya

    Juara Bertahan Tumbang

    Itulah judul yang terlihat mencolok ketika pertama kali membuka website detiksport.com. Ya, Sang juara Coppa Indonesia dua kali berturut-turut, Arema Malang, tumbang di babak 32 besar oleh tim Jawa Timur lainnya, Persekabpas Pasuruan. Memang, menang kalah dalam sepak bola adalah hal yang biasa, namun sebagai salah satu dari sekian banyak Aremania pasti banyak bertanya mengapa Arema bisa tumbang pada babak awal oleh tim yang notabene kualitas pemainnya masih sedikit di bawahnya. Bahkan, di Liga Indonesia,posisi Arema juga tidak terlalu menggembirakan (hanya berada di papan tengah) dan terancam tidak bisa mengikuti Super Liga tahun depan (Super Liga hanya diikuti 10 tim terbaik masing-masing dari wilayah Timur dan Wilayah Barat).

    Banyak perubahan yang dialami Arema menyongsong kompetisi tahun ini. Tidak adanya tokoh kharismatik (alm) Gandhi Yogatama, hengkangnya pelatih berkarakter Benny Dolo, dan pindahnya beberapa pemain penting ke klub lain seperti Firman Utina (ke Persita), Franco Hitta (ke Persema), Aris Budi Prasetyo dan Erol F.X. Iba (ke Persik) membuat Arema harus membangun tim lagi dari awal. Manajemen memang sudah berusaha menggaet pemain-pemain baru berkelas seperti Ponaryo Astaman (yang konon nilai kontraknya paling tinggi di antara pemain lokal Ligina), Ortizan Salossa, Suroso, Elie Iboy, dan beberapa pemain asing seperti Bruno Cashmir, Patricio Morales, Basile Essa Mvondo, dll. Namun, rupanya membentuk tim yang berkarakter itu tidak mudah. Dalam perjalanannya sampai saat ini, prestasi Arema tak kunjung membaik, bahkan di pertengahan kompetisi beberapa pemain terpaksa dicoret karena tidak bisa menunjukkan performa terbaiknya.

    Ya,Arema memang butuh pemain yang berkarakter. Gaya keras khas Malang-an yang menjadi kebanggaan arek-arek Malang terasa hilang. Pelatih Miroslav Janu memang sudah melakukan langkah yang tepat dengan memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda asli Malang, seperti Arif Suyono, Prastowo, dan Richi Pravita. Tetapi, mereka bukanlah key player yang selalu dipasang pada tiap pertandingan. Intinya, Arema sekarang butuh pemain dan pelatih yang tahu karakter Malang (ini menurut saya).

    Arema lebih beruntung dibandingkan saudara tuanya Persema Malang (dari segi biaya dan pendukung fanatik), namun Persema melakukan langkah yang lebih tepat dalam pembinaan pemain usia muda dan memberi kesempatan kepada pemain binaannya untuk mendapatkan jam terbang yang tinggi. Buktinya posisi Persema di Ligina lebih baik daripada Arema, beberapa pemain mudanya juga menjadi langganan timnas U-23 (Ahmad Bustomi dan Pitono). Padahal kualitas pemainnya secara keseluruhan masih di bawah pemain-pemain Arema. Semoga manajemen Arema mampu melakukan yang terbaik untuk tim kebanggaan arek-arek Malang ini.

    Tulisan ini hanyalah sebuah pendapat dari seorang Aremania yang kecewa dengan prestasi Arema sejauh ini (CMIAW). Tetapi, dimanapun berada kami selalu ada karena kami Aremania.

    Salam satu jiwa Arema ……………….